JAKARTA- Kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng sedang menjadi persoalan di
masyarakat. Di beberapa daerah, masyarakat sangat kesulitan memperoleh minyak
goreng. Jika pun ada, harganya sangat tinggi mencapai Rp 20 ribu/liter, bahkan ada yang lebih.
Prasetyo
Hadi, Anggota DPR
RI Fraksi Gerindra menegaskan,
negara harus hadir di tengah kesulitan masayarakat tersebut. Menurutnya,
pemerintah harus memberikan jalan keluar terhadap mahalnya harga beberapa
komuditas penting di masyarakat, seperti minyak goreng dan kedelai sebagai
bahan baku tempe dan tahu.
"Setelah
harga minyak goreng tak terkendali, saat ini pun harga kedelai membumbung
tinggi. Pemerintah harus segera turun tangan untuk menangani masalah ini. Jika
ada pelanggaran hukum seperti mafia minyak goreng atau praktik penimbunan,
harus ditindak tegas, siapapun itu. Karena kelangkaan ini sudah sangat
meresahkan masyarakat," ungkapnya, Kamis (24/2/2022).
Anggota Komisi II DPR RI itu menegaskan, hampir seluruh warga Indonesia memanfaatkan minyak goreng sebagai
salah satu sarana untuk mengolah makanan. Dan minyak goreng sudah menjadi
komuditas penting bagi masyarakat Indonesia.
"Tahu
dan tempe juga merupakan makanan yang merakyat, sehingga pemerintah harus
secepatnya bergerak mengatasi permasalahan tersebut," tegasnya.
Sementara
pemerintah juga dituntut mencari solusi tepat dan perhatian khusus untuk
mengatasi masalah kelangkaan dan naiknya harga minyak goreng di pasaran.
Wakil
Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko mengatakan, kenaikan harga beberapa komuditi
penting bagi masyarakat, dikhawatirkan akan berpengaruh pada persoalan
ketidakstabilan harga sembako saat Ramadan dan Idul Fitri nanti.
“Maka
perlu ada upaya yang tepat untuk mengatasi masalah harga minyak goreng dan
beberapa komoditi penting lainnya. Jangan sampai masyarakat yang masih terpuruk
kondisi ekonominya, akibat Covid-19, diperparah lagi dengan harga kebutuhan
pangan kian mahal. Tanpa intervensi negara, harga minyak goreng kemungkinan
akan terus naik,” kata Politisi Gerindra ini, Rabu (23/2/2022).
Tindakan
awal yang dapat dilakukan pemerintah, melalui pelaksanaan Pasal 3 Ayat 2
Permendag No 7/2020 mengenai harga acuan. Beleid itu menyatakan bahwa Menteri
dapat menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan penjualan sesuai
harga acuan penjualan di tingkat konsumen setelah mendapatkan persetujuan
Menteri BUMN.
Di
tingkat daerah, perlu adanya operasi pasar minyak goreng, di beberapa pasar
tradisional. Operasi pasar dilakukan guna mengatasi tingginya harga dan
kelangkaan stok minyak goreng kemasan. Kegiatan tersebut untuk membantu
masyarakat agar bisa membeli minyak goreng, dengan harga terjangkau atau sesuai
dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
“Harus
ada solusi tepat dan perhatian khusus, kalau tidak tentu persoalan ini akan
terus berlangsung hingga Ramadan atau bahkan saat Idul Fitri nanti,” tegasnya.
Per
24 Desember 2021, katanya, harga minyak goreng di pasar senilai Rp 18.400 per
liter bahkan pernah mencapai harga Rp 20 ribu/liter. Ini cukup miris untuk
sebuah negara penghasil sawit nomor satu di dunia.
“Harga
tersebut juga lebih tinggi 67% dari harga acuan pemerintah yaitu Rp 11.000 per
liter. Acuan itu tercantum pada Permendag nomor 7 tahun 2020 tentang harga acuan
pembelian di petani dan harga acuan penjualan di konsumen,” tegasnya.
Pemerintah
melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) memang telah melakukan berbagai
upaya dalam rangka mengendalikan lonjakan harga minyak goreng di pasaran. Salah
satunya dengan menerapkan minyak goreng satu harga Rp 14.000 per liter dan
mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang diberlakukan pada 1
Februari 2022. Namun kenyataannya, hingga kini masih terjadi kelangkaan dan
naiknya harga minyak goreng di pasaran.
Tulis Komentar